BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Pengertian
Tsunami (bahasa Jepang: tsu = pelabuhan, nami = gelombang. Secara harfiah berarti "ombak besar di
pelabuhan" adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan
permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Tanda-tanda akan terjadinya
tsunami adalah gempa tektonik/vulkanik terlebih dahulu kemudian diikuti dengan
keadaan air laut surut secara tiba-tiba.
Tsunami adalah
rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan hingga lebih 900
km per jam, terutama diakibatkan oleh gempa bumi yang terjadi di dasar laut.
Sejarah mencatat setidaknya ada beberapa
tsunami pernah terjadi:
- 1 November 1755, setelah gempa bumi kolosal
menghancurkan Lisbon, Portugal dan pegunungan di Eropa, orang
menyelamatkan diri dengan menggunakan perahu. Namun Tsunami akhirnya
menyusul. Peristiwa mengerikan secara bersamaan tersebut membunuh lebih
dari 60 ribu orang.
- 27 Agustus 1883, letusan gunung Krakatau memicu
terjadinya tsunami yang menenggelamkan 36 ribu orang Indonesia yang berada
di pulau Jawa bagian barat dan utara Sumatera. Kekuatan gelombang
mendorong 600 ton blok terumbu karang menuju tepi pantai bersama dengan
arus tsunami yang besar.
- 15 Juni 1896, gelombang setinggi 30 meter,
disebabkan oleh gempa bumi menyapu pantai timur Jepang. Sebanyak
27 ribu orang menjadi korban.
- 1
April 1946, tsunami April Fool, dipicu sebuah gempa yang terjadi di
Alaska, membunuh 159 orang, dan kebanyakan berada di kepulauan Hawaii.
- 9
Juli 1958, diingat sebagai tsunami terbesar yang pernah dicatat oleh masa
modern, Gempa di Teluk Lituya Alaska disebabkan oleh tanah longsor yang
awalnya dipicu oleh gempa bumi berskala 8,3 skala richter. Gelombang
sangat tinggi, tetapi karena wilayah tersebut relatif terisolasi dan
kondisi geologinya unik maka tsunami tidak menyebabkan banyak kerusakan.
Tapi hanya menenggelamkan satu perahu dan membunuh dua orang
- 22
Mei 1960, salah satu gempa besar yang tercatat manusia terjadi di Chile
sebesar 8,6 skala richter, menciptakan tsunami yang menerjang pantai Chile
dalam waktu kurang dari 15 menit. Gelombang setinggi 25 meter
membunuh 1500 orang di Chile dan Hawaii,menjadi tsunami yang cukup
besar.
- 27
Maret 1964, dikenal sebagai gempa bumi Good Friday Alaska, dengan kekuatan
sekitar 8,4 skala richter menggulung dengan kecepatan 400 mil per jam
tsunami di Valdez Inlet dengan ketinggian 6,7 meter, membunuh lebih dari
120 orang.Sepuluh orang yang menjadi korban di kota Crescent, di utara
California, yang sempat menyaksikan gelombang setinggi 6,3 meter
- 23
Agustus 1976, sebuah tsunami di barat daya Filipina membunuh 8 ribu korban
jiwa akibat gempa bumi yang terjadi 30 menit setelah adanya gempa.
- 17
Juli 1998, sebuah gempa berkekuatan 7,1 skala richter menyebabkan tsunami
di Papua Nugini yang membunuh 2200 orang dengan sangat cepat.
- 26
Desember 2004, gempa kolosal dengan kekuatan 9,1 dan 9,3 skala richter
setinggi 3,5 meter mengguncang Indonesia dan membunuh 230 ribu jiwa,
sebagian besar karena tsunami. Gempa tersebut dinamakan sebagai gempa
Sumatera-Andaman dan tsunami yang terjadi kemudian dikenal sebagai tsunami
lautan Hindia. Gelombang yang terjadi menimpa banyak belahan dunia lain,
sejauh hingga Nova Scotia dan Peru.
- 17
Juli 2016, Gempa yang menyebabkan tsunami terjadi
di selatan pulau Jawa, Indonesia,
dan setinggi maksimum ditemukan 21 meter di Pulau Nusakambangan. Memakan korban jiwa lebih dari 500 orang. Dan
berasal dari selatan kota Ciamis
- 12
September 2007, Bengkulu, Memakan korban jiwa 3 orang. Ketinggian
tsunami 3-4 m.
- 27
Februari 2010, Santiago, Chili,yang
memakan korban jiwa yang tidak sedikit.
- 11 maret 2011, Gempa
bumi berkekuatan 8,9 skala Richter pada kedalaman 24,4 kilometer di
sebelah pantai timur Honshu, Jepang, pada 11 Maret 2011 pukul 12.46 WIB
atau 14.46 waktu setempat, tercatat sebagai gempa bumi terbesar ketujuh di
dunia.
Pada beberapa kesempatan, tsunami
disamakan dengan gelombang pasang. Dalam tahun-tahun terakhir, persepsi ini
telah dinyatakan tidak sesuai lagi, terutama dalam komunitas peneliti, karena
gelombang pasang tidak ada hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu
populer karena penampakan tsunami yang menyerupai gelombang pasang yang tinggi.
Tsunami dan gelombang pasang sama-sama menghasilkan gelombang air yang bergerak
ke daratan, namun dalam kejadian tsunami, gerakan gelombang jauh lebih besar
dan lebih lama, sehingga memberikan kesan seperti gelombang pasang yang sangat
tinggi. Meskipun pengartian yang menyamakan dengan "pasang-surut"
meliputi "kemiripan" atau "memiliki kesamaan karakter"
dengan gelombang pasang, pengertian ini tidak lagi tepat. Tsunami tidak hanya
terbatas pada pelabuhan. Karenanya para geologis dan oseanografis sangat tidak
merekomendasikan untuk menggunakan istilah ini.
Kecepatan gelombang tsunami bergantung
pada kedalaman laut. Di laut dengan kedalaman7000 m misalnya, kecepatannya bisa
mencapai 942,9 km/jam. Kecepatan ini hampir sama dengan kecepatan pesawat jet.
Namun demikian tinggi gelombangnya di tengah laut tidak lebihdari 60 cm.
Akibatnya kapal-kapal yang sedang berlayar diatasnya jarang merasakan adanya
tsunami. Berbeda dengan gelombang laut biasa, tsunami memiliki panjang
gelombang antara dua puncaknya lebih dari 100 km di laut lepas dan selisih
waktu antara puncak-puncak gelombangnya berkisar antara 10 menit hingga 1 jam.
Saat mencapai pantai yang dangkal, teluk,atau muara sungai gelombang ini menurun
kecepatannya, namun tinggi gelombangnya meningkat puluhan meter dan bersifat
merusak.
Perubahan permukaan laut saat tsunami bisa
disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi
bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut.
Meskipun demikian, tidak semua gempa bumi dibawah laut
berpotensi menimbulkan tsunami. Gempa bumi dasar laut dapat menjadi pernyebab
terjadinya tsunami adalah gempa bumi dengan kriteria sebagai berikut:
a.
Gempa
bumi yang terjadi di dasar laut.
b.
Pusat
gempa kurang dari 30 km dari permukaan laut.
c.
Magnitudo
gempa lebih besar dari 6,0 SR.
d.
Jenis
pensesaran gempa tergolong sesar vertikal (sesar naik atau turun).
Tsunami yang ditimbulkan
oleh gempa bumi biasanya menimbulkan gelombang yang cukup besar, tergantung dari kekuatan gempanya dan
besarnya area patahan yang terjadi.
Tsunami dapat
dihasilkan oleh gangguan apapun yang dengan cepat memindahkan suatu massa air yang sangat besar, seperti suatu
gempabumi, letusan vulkanik, batu
bintang/meteor atau tanah longsor. Bagaimanapun juga, penyebab yang
paling umum terjadi adalah dari gempa
bumi di bawah permukaan laut. Gempa bumi kecil bisa saja
menciptakan tsunami akibat dari adanya longsor di bawah permukaan
laut/lantai samudera yang mampu untuk
membangkitkan tsunami. Tsunami dapat terbentuk manakala
lantai samudera berubah bentuk secara vertikal dan memindahkan air yang berada di atasnya.
Dengan adanya pergerakan secara vertical dari
kulit bumi, kejadian ini biasa terjadi di daerah pertemuan lempeng yang
disebut subduksi. Gempa bumi di daerah
subduksi ini biasanya sangat efektif untuk menghasilkan gelombang tsunami dimana lempeng samudera slip di bawah
lempeng kontinen, proses ini disebut juga
dengan subduksi.
Letusan gunung berapi dapat menyebabkan terjadinya gempa
vulkanik (gempa akibat letusan gunung berapi). Tsunami besar yang terjadi
padatahun 1883 adalah akibat meletusnya Gunung Krakatau yang berada di Selat
Sunda. Meletusnya Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat padatanggal 10-11 April
1815 juga memicu terjadinya tsunami yang melanda Jawa Timur dan Maluku.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang beradadi wilayah ring of fire (sabuk
berapi) dunia tentu harus mewaspadai ancaman ini.
Longsor bawah laut ini terjadi akibat adanya tabrakan
antara lempeng samudera dan lempeng benua. Proses ini mengakibatkan terjadinya
palung laut dan pegunungan. Tsunami karena longsoran bawah laut ini dikenal
dengan nama tsunamic submarine landslide.
- Hantaman meteor di laut.
Jatuhnya meteor
berukuran besar di laut juga merupakan penyebab terjadinya tsunami.
Beberapa kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat menyebabkan
gelombang badai yang disebut sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya beberapa
meter di atas gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai daratan,
bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan tsunami. Gelombangnya
bisa menggenangi daratan.
Gelombang tsunami dapat merambat ke segala
arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap
fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat
merambat dengan kecepatan 500-1000 km perjam, setara dengan kecepatan pesawat
terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan
demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah
laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga
sekitar 30 km perjam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai
puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer
dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa
diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran
gelombang tsunami.
Kecepatan rambat
gelombang tsunami berbeda-beda, tergantung pada kedalaman laut. Di laut dalam,
kecepatan rambat tsunami mencapai 500 – 1000km per jam atau setara dengan
kecepatan pesawat terbang namun ketinggiangelombangnya hanya sekitar 1 meter.
Ketika gelombang tsunami ini sudah mendekati pantai,
kecepatan rambatnya hanya sekitar 30 km per jam, namun ketinggian gelombangnya
bisa mencapai puluhan meter. Ini sebabnya banyak orang yang sedang berlayar di
laut dalam tak menyadari adanya tsunami,
kehancuran mengerikan yang disebabkan oleh tsunami.
2.4
Klasifikasi Tsunami
Berdasarkan
tingkat kerusakan lahannya, lahan-lahan pasca bencana tsunami dapat
diklasifikasikan menjadi 4 (FAO, 2005):
1. Kelas
A “kerusakan ringan”
Lahan dengan jumlah puing
dan sampah bangunan yang sedikit atau tidak ada, erosi rendah, dan sedimentasi
pasir bergaram tebalnya hanya beberapa cm, lahan tergenang beberapa jam, laju
infiltrasi yang relatif lambat (endapan lumpur liat), dan indeks daya hantar
listrik (DHL) < 4.
2. Kelas
B “kerusakan sedang”
Lahan dengan jumlah puing
dan sampah bangunan yang tersebar agak merata, erosi sedang, dan sedimentasi
pasir bergaram tebalnya > 10 cm, lahan tergenang > 1 hari, laju
infiltrasi sedang (tanah/endapan lempung), dan lahan tidak mempunyai fasilitas
irigasi/drainase.
3. Kelas
C “kerusakan berat”
Lahan dengan jumlah puing
dan sampah bangunan yang tersebar sangat merata, erosi berat, dan endapan pasir
bergaram tebalnya > 20 cm, lahan tergenang > 1 minggu, laju infiltrasi
cepat, dan lahan tidak mempunyai fasilitas irigasi/drainase serta curah hujan
yang relatif rendah.
4. Kelas
D “lahan tergenang (lost area)”
Beberapa lahan di pantai
barat NAD tetap tergenang air laut, sehingga tidak dapat dimanfaatkan kembali
untuk pertanian. Lahan-lahan yang demikian dianggap sebagai lahan yang hilang,
yang berarti hilangnya mata pencaharian bagi pemilik atau penggarap lahan
tersebut.
Secara empiris, kecepatan tsunami tergantung pada
kedalaman laut dan percepatan gravitasi
di tempat tersebut. Untuk di laut dalam, kecepatan tsunami bisa setara
dengan kecepatan pesawat jet, yaitu
sekitar 800 km/jam. Semakin dangkal lautnya, kecepatan tsunami semakin berkurang, yaitu berkisar antara 2 – 5
km/jam.
Ketinggian gelombang Tsunami berbanding terbalik dengan
kecepatanya. Artinya, jika kecapatan
tsunami besar, tetapi ketinggian gelombang tsunami hanya beberapa puluh centimeter saja. Sebaliknya untuk di daerah
pantai, kecepatan tsunaminya kecil, sedangkan
ketinggian gelombangnya cukup tinggi, bisa mencapai puluhan meter.
Ketinggian tsunami di pantai dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah bentuk
pantainya. Ada 2 (dua)
bentuk pantai yaitu :
a. Pantainya terjal
Bentuk pantai seperti ini mengakibatkan bagian utama dari
energi tsunami dipantulkan oleh slope
(pembatas). Sehingga pemantulannya secara utuh mengikuti periode tsunami,
tanpa pecah. Tinggi gelombang yang
gelombang yang dihasilkan antara 1 – 2 meter.
b. Pantainya Landai
Bentuk pantai ini mengakibtkan energi tsunami akan
dinaikkan oleh pantai, disini berlaku
prinsip dasar energi, yakni energi selalu konstan. Sehingga jika
kecepatannya berkurang maka amplitudonya
besar, panjang gelombangnya berkurang dan mengakibatkan pecahnya gelombang. Hal inilah yang mengakibatkan
tinggi gelombang tsunami bisa mencapai puluhan
meter.
- Bencana
alam merenggut banyak korban, sehingga lapangan pekerjaan menjadi terbuka
luas bagi yang masih hidup
- Kegunaan
secara Psikologis: Menjalin kerjasama dan bahu- membahu untuk menolong
korban bencana, menimbulkan efek kesadaran bahwa manusia itu saling
membutuhkan satu sama lain.
- Kita
bisa mengetahui samapai dimanakah konstruksi bangunan kita serta kelemahannya,
dan kita dapat melakukan inovasi baru untuk penangkalan apabila bencana
tersebut datang kembali tetapi dengan konstruksi yang lebih baik.
a. Merusak
apa saja yang dilaluinya. bangunan, tumbuh-tumbuhan dan dan mengakibatkan
korban jiwa manusia, serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan
pertanian, tanah, air bersih serta
penyebaran penyakit seperti kolera, dipteria, disenteri, tipoid, dan hepatitis A dan B,
serta infeksi.
b. Kematian
c. Tenggelam
d. Banyak
tenaga kerja ahli yang menjadi korban, sehingga sulit mencari lagi tenaga ahli
yang sesuai dalam bidang pekerjaannya.
e. Pemerintah
akan kewalahan dalam pelaksanaan pembangunan pasca bencana, karena faktor dana
yang besar.
f. Menambah tingkat kemiskinan apabila ada masyarakat korban
bencana yang kehilangan harta benda.
g. Pada
hari-hari pasca tsunami, upaya besar-besaran dikerahkan untuk mengubur
cepat-cepat jasad korban demi mencegah penyebaran penyakit.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat
mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan
terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi
gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami. Kecepatan gelombang
tsunami tergantung pada kedalaman laut dimana gelombang terjadi, dimana
kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer/jam. Bila tsunami mencapai pantai,
kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak
daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya
beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi
gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air.
Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai
dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada
patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi,
dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
Tanah
longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat
mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang
menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun
secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya
terganggu.
Demikian pula halnya dengan benda kosmis
atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup
besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.
Banyak kota-kota di sekitar Pasifik,
terutama di Jepang dan juga Hawaii, mempunyai sistem peringatan tsunami dan
prosedur evakuasi untuk menangani kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat
diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan
proses terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar
atu permukaan laut yang terknoneksi dengan satelit.
Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama
dengan perangkat yang mengapung di laut buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi
gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut dalam.
Sistem sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan awal
akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawai pada tahun 1920-an. Kemudian,
sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar
pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960. Amerika serikat membuat Pasific
Tsunami Warning Center pada tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data
dan peringatan internasional pada tahun 1965.
Salah satu sistem untuk menyediakan
peringatan dini tsunami, CREST Project, dipasang di pantai Barat Amerika
Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph
Network, serta oleh tiga jaringan seismik universitas.
Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah
cukup berkembang, meskipun proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui
dengan pasti. Episenter dari sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan kejadian
tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil
memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber,
kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami
di pantai dan seberapa jauh rendaman yang mungkin terjadi di daratan. Walaupun
begitu, karena faktor alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri
sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan,
dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami
masih belum bisa dimodelkan secara akurat.
Pemerintah Indonesia, dengan bantuan
negara-negara donor, telah mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami
Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning System - InaTEWS). Sistem ini berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika (BMKG) di Jakarta. Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan
peringatan tsunami jika terjadi gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami.
Sistem yang ada sekarang ini sedang disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan
dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan, sesuai dengan hasil perhitungan Sistem
Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support System - DSS).
Pengembangan Sistem
Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak, baik instansi pemerintah
pusat, pemerintah daerah, lembaga internasional, lembaga non-pemerintah. Koordinator
dari pihak Indonesia adalah Kementrian Negara Riset dan Teknologi(RISTEK).
Sedangkan instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO
GEMPA dan PERINGATAN TSUNAMI adalah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika). Sistem ini didesain untuk dapat mengeluarkan peringatan tsunami
dalam waktu paling lama 5 menit setelah gempa terjadi.
Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen:
a.
Pengetahuan
mengenai Bahaya dan Resiko,
b.
Peramalan,
c.
Peringatan, dan
Reaksi.Observasi (Monitoring gempa dan permukaan laut),
d.
Integrasi
dan Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.
Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami
adalah merupakan rangkaian sistem kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak
secara internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di Masyarakat.
Apabila
terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh alat Seismograf
(pencatat gempa). Informasi gempa (kekuatan, lokasi, waktu kejadian) dikirimkan
melalui satelit ke BMKG Jakarta. Selanjutnya BMG akan mengeluarkan INFO GEMPA
yang disampaikan melalui peralatan teknis secara simultan. Data gempa
dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan apakah gempa tersebut berpotensi menimbulkan
tsunami. Perhitungan dilakukan berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah
dibuat terlebih dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan INFO PERINGATAN
TSUNAMI. Data gempa ini juga akan diintegrasikan dengan data dari peralatan
sistem peringatan dini lainnya (GPS, BUOY, OBU, Tide Gauge) untuk memberikan
konfirmasi apakah gelombang tsunami benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini
juga diteruskan oleh BMKG. BMKG menyampaikan info peringatan tsunami melalui
beberapa institusi perantara, yang meliputi (Pemerintah Daerah dan Media).
Institusi perantara inilah yang meneruskan informasi peringatan kepada
masyarakat. BMKG juga menyampaikan info peringatan melalui SMS ke pengguna
ponsel yang sudah terdaftar dalam database BMKG. Cara penyampaian Info Gempa
tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS, Facsimile, Telepon, Email, RANET
(Radio Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai fasilitas RDS/Radio Data System)
dan melalui Website BMG (www.bmg.go.id).
Pengalaman serta banyak kejadian
dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak peralatan canggih yang digunakan,
tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk Sistem Peringatan Dini
Tsunami adalah RADIO. Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal didaerah
rawan Tsunami diminta untuk selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk
mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal
ampuh adalah Radio Komunikasi Antar Penduduk. Organisasi yang mengurusnya
adalah RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia). Mengapa Radio ? jawabannya
sederhana, karena ketika gempa seringkali mati lampu tidak ada listrik. Radio
dapat beroperasi dengan baterai. Selain itu karena ukurannya kecil, dapat
dibawa-bawa (mobile). Radius komunikasinyapun relatif cukup memadai.
Mitigasi meliputi
segala tindakan yang mencegah bahaya, mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya,
dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang tidak dapat dihindarkan. Mitigasi
adalah dasar managemen situasi darurat. Mitigasi dapat didefinisikan sebagai
“aksi yang mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang bahaya bencana
alam dan akibatnya terhadap manusia dan harta-benda” (FEMA, 2000). Mitigasi
adalah usaha yang dilakukan oleh segala pihak terkait pada tingkat negara,
masyarakat dan individu.
Untuk mitigasi bahaya
tsunami atau untuk bencana alam lainnya, sangat diperlukan ketepatan dalam
menilai kondisi alam yang terancam, merancang dan menerapkan teknik peringatan
bahaya, dan mempersiapkan daerah yang terancam untuk mengurangi dampak negatif
dari bahaya tersebut.
Ketiga
langkah penting tersebut: 1) penilaian bahaya (hazard assessment), 2)
peringatan (warning), dan 3) persiapan (preparedness) adalah unsur utama model
mitigasi. Unsur kunci lainnya yang tidak terlibat langsung dalam mitigasi
tetapi sangat mendukung adalah penelitian yang terkait (tsunami-related
research).
Unsur pertama untuk mitigasi yang efektif adalah
penilaian bahaya. Untuk setiap komunitas pesisir, penilaian bahaya tsunami diperlukan
untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, dan tingkat ancaman
(level of risk). Penilaian ini
membutuhkan pengetahuan tentang karakteristik sumber tsunami, probabilitas
kejadian, karakteristik tsunami dan karakteristik morfologi dasar laut dan
garis pantai. Untuk beberapa komunitas, data dari tsunami yang pernah terjadi
dapat membantu kuantifikasi faktor-faktor tersebut. Untuk komunitas yang tidak
atau hanya sedikit memiliki data dari masa lalu, model numerik tsunami dapat
memberikan perkiraan. Tahapan ini umumnya menghasilkan peta potensi bahaya
tsunami, yang sangat penting untuk memotivasi dan merancang kedua unsur
mitigasi lainnya, peringatan dan persiapan.
a.
Data rekaman tsunami
(Historical tsunami data)
Rekaman data umumnya tersedia dalam banyak bentuk dan di
banyak tempat. Format yang ada mencakup publikasi dan katalog manuskrip,
laporan penyelidikan lapangan, pengalaman pribadi, berita koran, rekaman film
dan video. Salah satu instansi riset penyimpan data
terbesar adalah International Tsunami Information Center di Honolulu, Hawaii.
b. Data
paleotsunami
Penelitian
paleotsunami juga dapat dilakukan pada endapan tsunami di daerah pesisir dan
bukti-bukti lainnya yang terkait dengan pergeseran sesar penyebab gempabumi
tsunamigenik.
c. Penyelidikan
pasca tsunami
Survey penyelidikian pasca tsunami dilakukan
mengikuti suatu peristiwa tsunami yang baru terjadi untuk mengukur batas
inundasi dan merekam keterangan saksi mata mengenai jumlah gelombang, waktu
kedatangan gelombang, dan gelombang mana yang terbesar.
d. Pemodelan
numerik
Seringkali
karena rekaman data minimal, satu-satunya jalan untuk menentukan daerah potensi
bahaya adalah menggunakan pemodelan numerik. Model dapat dimulai dari skenario
terburuk. Informasi ini kemudian menjadi dasar pembuatan peta evakuasi tsunami
dan prosedurnya.
Unsur kunci kedua untuk mitigasi tsunami yang efektif
adalah suatu sistem peringatan untuk memberi peringatan kepada komunitas
pesisir tentang bahaya tsunami yang tengah mengancam. Sistem peringatan
didasarkan kepada data gempabumi sebagai peringatan dini, dan data perubahan
muka airlaut untuk konfirmasi dan pengawasan tsunami. Sistem peringatan juga
mengandalkan berbagai saluran komunikasi
untuk menerima data seismik dan perubahan muka airlaut, dan untuk memberikan
pesan kepada pihak yang berwenang. Pusat peringatan (warning center) haruslah:
1) cepat – memberikan peringatan secepat mungkin setelah pembentukan tsunami
potensial terjadi, 2) tepat – menyampaikan pesan tentang tsunami yang berbahaya
seraya mengurangi peringatan yang keliru, dan 3) dipercaya – bahwa sistem
bekerja terus-menerus, dan pesan mereka disampaikan dan diterima secara
langsung dan mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
a. Data
Sistem
peringatan membutuhkan data seismik dan muka airlaut setiap saat secara cepat
(real atau near-real time). Sistem ini juga membutuhkan rekaman data gempabumi
dan tsunami yang pernah terjadi. Kedua jenis data tersebut dipergunakan untuk
dapat secara cepat mendeteksi dan melokalisasi gempabumi tsunamigenik
potensial, untuk mengkonfirmasi apakah tsunami telah terbentuk, dan untuk
memperkirakan dampak potensial terhadap daerah pesisir yang menjadi
tanggungjawabnya.
1)
Data seismic
Sinyal
seismik – getaran dari gempabumi yang bergerak secara cepat melalui kulit bumi
– dipergunakan oleh pusat peringatan untuk mendeteksi terjadinya gempabumi, dan
kemudian untuk menentukan lokasi dan skalanya. Berdasarkan informasi tersebut,
statistik likelihood tsunami yang terbentuk dapat diperkirakan secara cepat,
dan peringatan dini atau informasi yang sesuai dapat dikeluarkan.
Seismometer
standard periode pendek (0.5-2 sec/cycle) dan periode panjang (18-22 sec/cycle)
menghasilkan data untuk menentukan lokasi dan skala gempabumi. Seismometer
skala luas — broadband seismometers (0.01-100 sec/cycle) dapat pula
dipergunakan untuk kedua tujuan diatas dan juga untuk penghitungan momen
seismik yang sangat berguna untuk menyempurnakan analisis data yang dilakukan.
2)
Data muka air laut
Pengukur variasi muka laut (water-level gauges) adalah
instrumen yang sangat penting dalam sistem peringatan tsunami. Mereka
dipergunakan untuk konfirmasi secara cepat tentang kehadiran atau tidaknya
suatu tsunami mengikuti peristiwa gempabumi, untuk mengamati perkembangan
tsunami, untuk membantu estimasi tingkat bahaya, dan menyediakan alasan untuk
memutuskan bahaya telah berlalu. Gauges kadangkala merupakan satu-satunya cara
untuk mendeteksi tsunami ketika data seismik tidak mendukung, atau bila tsunami
bukan disebabkan oleh gempabumi.
Untuk bisa memberikan peringatan secara efektif, gauges
perlu diletakkan di dekat sumber tsunami sehingga konfirmasi secara cepat
diperoleh, apakah tsunami telah terbentuk atau tidak, dan perkiraan awal
mengenai ukuran tsunami. Mereka harus pula diletakkan diantara sumber dan
daerah pesisir yang terancam untuk memonitor perkembangannya dan membantu
memprediksi dampaknya. Untuk tsunami lokal, gauges dibutuhkan di sepanjang
garis pantai untuk memperoleh konfirmasi tercepat dan untuk evaluasi.
3)
Data rekaman tsunami dan
gempa bumi
Pusat peringatan membutuhkan akses cepat kepada data
rekaman tsunami dan gempabumi untuk membantu memperkirakan apakah suatu
gempabumi dari suatu lokasi dapat menyebabkan tsunami, dan apakah tsunami
tersebut berbahaya bagi daerah tanggung jawab mereka. Sebagai contoh, adalah
sangat berguna untuk mengetahui bila zona subduksi pada suatu daerah pernah
mengalami gempabumi berskala 8 tetapi tidak pernah menghasilkan tsunami. Juga
sangat berguna untuk mengetahui karakteristik rekaman data muka airlaut untuk
tsunami yang berbahaya dan yang tidak berbahaya pada suatu daerah.
4)
Data model numeric
Dewasa ini, pusat peringatan mulai mempergunakan data
dari model numerik untuk memberikan panduan dalam prediksi tingkat bahaya
tsunami berdasarkan parameter gempabumi dan data muka airlaut tertentu.
5)
Data lainnya
Jenis data lainnya yang diperlukan oleh pusat peringatan
adalah seperti data letusan gunungapi atau tanah longsor yang terjadi di dekat
tubuh airlaut.
b.
Komunikasi
Sistem peringatan tsunami membutuhkan komunikasi yang
unik dan ekstensif. Data seismik dan perubahan muka airlaut harus dikirim dari
lokasi secara cepat dan dapat dipercaya oleh penerima.
c. Akses
data real time
Data
seismik dan perubahan muka airlaut supaya berguna haruslah dapat diterima
secara cepat real atau very near real time. Banyak teknik komunikasi yang bisa
dipergunakan, seperti radio VHF, gelombang mikro, transmisi satelit.
d.
Penyebaran pesan
Penyampaian
pesan kepada para pengguna juga sama pentingnya sebagaimana mendapatkan data
secara real time. Penyampaian pesan dapat secara cepat dilakukan melalui Global
Telecommunications System (GTS) atau Aeronautical Fixed Telecommunications
Network (AFTN). Pesan dapat pula disampaikan secara konvensional melalui
e-mail, telpon atau fax.
Kegiatan kategori ini tergantung pada penilaian bahaya
dan peringatan. Persiapan yang layak terhadap peringatan bahaya tsunami
membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkina terkena bahaya (peta
inundasi tsunami) dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui
kapan harus mengevakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.
Tanpa kedua pengetahuan akan muncul kemungkinan kegagalan mitigasi bahaya
tsunami. Tingkat kepedulian publik dan pemahamannya terhadap tsunami juga sangat
penting. Jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan
lokasi fasilitas vital masyarakat seperti sekolah, kantor polisi dan pemadam
kebakaran, rumah sakit berada diluar zona bahaya. Usaha-usaha keteknikan untuk
membangun struktur yang tahan terhadap tsunami, melindungi bangunan yang telah
ada dan menciptakan breakwater penghalang tsunami juga termasuk bagian dari
persiapan.
a.
Evakuasi
Rencana evakuasi
dan prosedurnya umumnya dikembangkan untuk tingkat lokal, karena rencana ini
membutuhkan pengetahuan detil tentang populasi dan fasilitas yang terancam
bahaya, dan potensi lokal yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah.
Tsunami lokal hampir tidak menyediakan waktu yang cukup untuk peringatan formal
dan disertai gempabumi, sementara tsunami distan mungkin memberi waktu beberapa
jam untuk persiapan sebelum gelombang yang pertama tiba. Sehingga
persiapan evakuasi dan prosedurnya harus disiapkan untuk kedua skenario
tersebut.
1)
Evakuasi untuk tsunami
local
Ketika tsunami lokal terjadi, satu-satunya tanda yang ada
mungkin hanyalah goncangan gempabumi, atau suatu kondisi yang tidak biasa pada
tubuh airlaut. Masyarakat harus mampu mengenali tanda-tanda bahaya tersebut,
kemudian pindah segera dan secepatnya kearah darat atau ke arah dataran tinggi
karena gelombang tsunami dapat menghantam dalam hitungan menit. Para pengungsi
juga menghadapi bahaya yang disebabkan oleh gempabumi seperti tanah
longsor, runtuhnya bangunan dan jembatan
yang mungkin menghambat usaha mereka dalam menyelamatkan diri. Untuk itu
diperlukan sekali kepedulian publik dan pendidikan tentang tsunami dan
kemungkinan bahaya yang mengikuti. Hal ini juga membutuhkan perencanaan resmi
tentang zona bahaya dan rute evakuasi yang aman. Kunci utama untuk memotivasi
pendidikan publik adalah pemahaman tentang bahaya tsunami dan dimana
kemungkinan banjir tsunami tersebut terjadi.
2)
Evakuasi untuk tsunami
distan
Pada kasus tsunami distan, pihak yang berwenang masih
memiliki waktu yang cukup untuk mengorganisir evakuasi. Mengikuti peringatan
dari pusat peringatan bahwa tsunami telah terbentuk dan waktu kedatangan
gelombang pertama telah diketahui, pihak yang berwenang membuat keputusan
tentang apakah evakusi diperlukan. Keputusan ini didasarkan kepada data rekaman
atau model tentang ancaman dari sumber tsunami dan panduan lebih lanjut dari
pusat peringatan tentang pergerakan tsunami. Masyarakat diinformasikan tentang bahaya yang mengancam,
dan diinstruksikan tentang bagaimana, kemana, dan kapan harus mengungsi.
Badan-badan pelayanan masyarakat seperti polisi, pemadam kebakaran dan tentara,
difungsikan untuk membantu kelancaran pengungsian. Zona evakuasi dan rute
pengungsian harus ditentukan secara aman, masyarakat harus cukup diberi
pengarahan tentang bahaya tsunami dan prosedur evakuasi, sehingga mereka tidak
tetap berada di tempat tinggal ketika tsunami datang atau telah kembali ketika
ancaman masih belum berakhir. Evakuasi yang tidak perlu harus dikurangi untuk
menjaga kepercayaan publik terhadap sistem.
Meskipun
tidak terkait langsung dengan aktivitas mitigasi, penelitian yang terkait
dengan tsunami sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas mitigasi. Riset
yang menyelidiki bukti-bukti paleotsunami, mengembangkan database, kuantifikasi
dampak bahaya tsunami, atau pemodelan numerik dapat meningkatkan tingkat
akurasi penilaian bahaya.
Penelitian juga mampu meningkatkan cara pendidikan publik sehingga tingkat
kepedulian masyarakat akan bahya tsunami meningkat. Penelitian
juga memberikan panduan perencanaan tata ruang dalam zona inundasi potensial.
1.
Persiapan menghadapi tsunami.
a.
Mengetahui
pusat informasi bencana, seperti Posko Bencana, Palang Merah Indonesia, Tim
SAR. Kenali areal rumah, sekolah, tempat kerja, atau tempat lain yang beresiko.
Mengetahui wilayah dataran tinggi dan dataran rendah yang beresiko terkena
Tsunami.
b.
Jika
melakukan perjalanan ke wilayah rawan Tsunami, kenali hotel, motel, dan carilah
pusat pengungsian. Adalah penting mengetahui rute jalan keluar yang ditunjuk
setelah peringatan dikeluarkan.
c.
Siapkan
kotak Persediaan Pengungsian dalam suatu tempat yang mudah dibawa (ransel
punggung), di dekat pintu.
d.
Siapkan
peersediaan makanan dan air minum untuk pengungsian.
e.
Siapkan
selalu peralatan P3K lengkap.
f.
Membawa
barang secukupnya saja untuk keperluan pengungsian.
g.
Segera
mengungsi setelah ada pemberitahuan dari pihak yang berwenang atas penyebaran
informasi tentang tsunami.
h.
Jika
hanya ada sedikit waktu sebelum datang tsunami,segera mencari pintu dan mencari
jalan keluar dari rumah atau gedung dengan segera.
i.
Carilah
tempat yang tinggi dan aman dari gelombang tsunami,atau mengikuti rute dan
tempat yang suah ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
j.
Utamakan
keselamatan terlebih dahulu, jika terjadi kerusakan pada tempat Anda
berada,bila ingin menyelamatkan harta benda carilah yang mudah dan ringan
dibawa.
k.
Pastikan
tidak ada anggota keluarga yang tertinggal pada saat pergi ke tempat evakuasi.
Jika bisa ajaklah tetangga dekat Anda untuk pergi bersama-sama.
l.
Jika
tsunami terjadi pada saat Anda sedang menyetir kendaraan, cepat keluar dan cari
tempat yang tinggi dan aman.
m.
Setelah
Terjadi Tsunami, Periksa kesediaan makanan. Makanan apapun yang terkena air
mungkin sudah tercemar dan harus dibuang.
n.
Memberikan
bantuan kepada korban luka-luka. Berikan bantuan P3K dan panggil bantuan.
Jangan pindahkan orang yang terluka, kecuali yang luka serius.
o.
Segera
membangun tenda pengungsian apabila keadaan untuk kembali ke rumah tidak
memungkinkan.
p.
Pastikan
keadaan sudah aman dan tidak terjadi tsunami susulan sebelum kembali ke rumah.Bila
keadaan rumah tidak memungkinkan untuk ditempati carilah tempat tinggal yang
bisa ditempati atau kembali ke tempat pengungsian.
Adapun cara yang dilakukan untuk penanggulangan bencana
tsunami adalah :
a.
Melaksanakan
evakuasi secara intensif.
b.
Melaksanakan
pengelolaan pengungsi.
c.
Melakukan
terus pencarian orang hilang, dan pengumpulan jenazah.
d.
Membuka
dan hidupkan jalur logistik dan lakukan resuplay serta pendistribusian
e.
Logistik yang diperlukan.
f.
Membuka
dan memulihkan jaringan komunikasi antar daerah atau kota.
g.
Melakukan
pembersihan kota yang hancur dan penuh puing dan lumpur.
h.
Menggunakan
dana pemerintah untuk penanggulangan bencana dan gunakan pula dengan
i.
Tepat sumbangan dana baik dari dalam maupun luar negeri.
j.
Menyambut
dengan baik dan libatkan unsur civil society.
a.
Sebesar
apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat. Janganlah
ancaman bencana alam ini mengurangi kenyamanan menikmati pantai dan lautan.
b.
Jika
berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempabumi, air laut dekat
pantaisurut secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari
menuju ke tempat yangtinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil
memberitahukan teman-teman yang lain.
c.
Jika
sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita
daripantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke
laut.
d.
Jika
gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke
daerahyang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang.
e.
Jika
gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korban.
Jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempa bumi, air laut dekat pantaisurut secara tiba-tiba
sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yangtinggi
(perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-teman yang lain.
f.
Jika
sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita
daripantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke
laut.
g.
Jika
gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke
daerahyang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang.
Jika
gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korba
Komentar
Posting Komentar