Langsung ke konten utama

KONSEP MANAGEMENT KEBIDANAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK

KONSEP MANAGEMENT KEBIDANAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK
Diajukan ntuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal





Disusun Oleh :
CELLA FANIA
NIM : 1502100056







KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN MALANG
TAHUN 2017/2018

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Puji Syukur kehadirat Allah S.W.T kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik tanpa hambatan. Kami  mengucapkan terimakasih banyak kepada  dosen pembimbing mata kuliah Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini atas semua bantuan, bimbingan, dan kemudahan yang telah diberikan kepada kami dalam menyelesaikan makalah. Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal.
Meskipun kami telah berusaha dengan segenap kemampuan, namun kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini yang selanjutnya akan kami terima dengan tangan terbuka.
            Semoga makalah ini dapat menjadi refrensi dan berguna bagi pembacanya, Terimakasih.


                                                        


Malang, 26 Juli 2017




Penulis


BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius. Beberapa penyebab syok antara lain : Hipovolemia (perdarahan masif, trauma dan luka bakar yang berat, dehidrasi, anafilaksis), kardiogenik (infark miokard luas atau emboli paru, gagal jantung kongestif, disritmia),  obstruktif (tamponade pericardial, emboli pulmonar, diseksi aorta), distributive (infeksi, sepsis, keracunan, cedera spinal). (Hardisman, 2014)
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dengan kehilangan cairan yang cepat, menyebabkan kegagalan organ multiple akibat perfusi cairan yang tidak adekuat. Syok hipovolemik merupakan kondisi klinik dengan perfusi jaringan relative tidak adekuat karena hilangnya darah atau plasma setelah cedera pada pembuluh darah. Syok hipovolemik juga dapat memicu pertimbangan diagnosis banding deprivasi cairan (dehidrasi berat, muntah dan diare berlebih) dan kondisi yang menyebabkan perpindahan cairan tidak tepat sepertipre-eklamsi, sepsis, atau anafilaksis. (Billington. 2010)
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik). (Tanto, 2014)
Tanda Syok :
1.      Perubahan status mental : gelisah, agitasi, letargi, obtundasi
2.      Tekanan darah sistol< 110 mmHg
3.      Takikardia > 90x / menit
4.      Frekuensi Nafas < 7 / >29 x / menit
5.      Urin Output < 0,5 cc/Kg BB / Jam (Tanto, 2014)
1.2  Etiologi
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat dari volume darah yang berkurang. Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam 4 kelompok yang terdiri dari:
1.   Syok akibat perdarahan:
Pada obstetric disebabkan oleh:
a.       Perdarahan pada abortus
b.      Perdarahan plasenta previa
c.       Perdarahan solusio plasenta
d.      Perdarahan postpartum
e.       Perdarahan pada rupture serviks
f.        Perdarahan robekan vagina
g.      Perdarahan rupture uteri
h.      Perdarahan operasi obstetric
Pada Ginekologi
a.       Perdarahan disfungsional uteri
b.      Perdarahan pada hamil ektopik
c.       Perdarahan pada keganasan
d.      Perdarahan pada ovarium
e.       Perdarahan pada operasi ginekologi
2.   Syok akibat kehilangan cairan
a.       Hiperemesis gravidarum
b.      Diare, Pemakaian obat deuretik
c.       Syok akibat pengeluaran cairan asites yang terlalu banyakdan mendadak
3.   Supine hypotensive syndrome
a.       Syok berkaitan dengan kompresi uterus pada vena cava inferior sehingga aliran darah yang menuju atrium kanan berkurang
4.   Syok berkaitan dengan disseminated intravascular coagulation
a.       Emboli air ketuban
b.      Syok karena terdapat IUFD (Manuaba, 2007)
 

1.3 Patofisiologi 
Tubuh manusia berespon terhadap pendarahan akut dengan mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskular, ginjal, dan sistem neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber pendarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.
Mekanisme yang rumit yang telah dijelaskan sebelumnya efektif dalam memenuhi perfusi organ vital pada kehilangan darah yang berat. Tanpa resusitasi cairan dan darah dan atau koreksi keadaan patologi yang mendasari perdarahan, perfusi jantung akhirnya akan berkurang, dan kegagalan berbagai organ akan segera terjadi.5
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian darah rata-rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ.

1.4 Klasifikasi
            Berdasarkan derajat kehilangan darah, syok hipovolemik dapat dibagi sebagai berikut :
1.      Perdarahan Kelas I – Kehilangan Volume darah sampai 15%
Penderita dengan kehilangan darah sebanyak ± 750 ml. Gejala klinis pada derajat ini adalah minimal. Bila tidak ada komplikasi akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang berarti dari tekanan darah, tekanan nadi atau pernafasan. Untuk penderita yang dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah tidak perlu diganti.
2.      Perdarahan Kelas II – Kehilangan Volume Darah 15% - 30% ()
Penderita dengan kehilangan darah sebanyak 1000-1200ml. Gejala-gejala klinis termasuk takikardi (HR>100x/menit), takipnea, dan penurunan tekanan nadi. Tekanan sitolik hanya mengalami sedikit perubahan, sehingga penilaian menggunakan tekanan nadi lebih dapat diandalkan daripada tekanan darah. Dapat juga terjadi perubahan perilaku seperti cemas, ketakutan, atau permusuhan. Untuk menstabilkan pasien ini dapat diberikan infus kristaloid, hanya sedikit yang memerlukan transfuse darah.

3.      Perdarahan Kelas III – Kehilangan Volume Darah 30% - 40%
Penderita dengan kehilangan darah sebanyak ini (2000 ml pada orang dewasa) menunjukan gejala perfusi yang tidak adekuat, termasuk takikardi dan takipnea yang jelas, perubahan status mental dan penurunan tekanan darah. Penderita dalam tingkat ini memerlukan transfuse darah.
4.      Perdarahan Kelas IV – Kehilangan Volume Darah Lebih dari 40%
Gejala-gejala pada penderita ini yakni, takikardi yang jelas, tekanan nadi yang sempit, produksi urin hamper tidak ada dan keasadaran jelas menurun. Penderita ini memerlukan transfuse yang cepat dan kadang intervensi pembedahan segera. (Hardisman, 2014)

Table 1. Kelas Syok berdasarkan Klasifikasi ATLS menurut Hardisman tahun 2014
Penilaian
Kelas 1
Kelas 2
Kelas 3
Kelas 4
Kehilangan darah %
<15%
15% - 30%
30% - 40%
>40%
Frekuensi Jantung, x/menit
<100
>100
>120
>140
Tekanan Darah, mmHg
NORMAL
NORMAL
MENURUN
MENURUN
Tekanan Nadi
Normal atau meningkat
Menurun
Menurun
Menurun
Frekuensi Napas, x/menit
14-20
20-30
30-40
>35
Status Mental
Gelisah
Lebih gelisah
Gelisah, Kebingunan
Kebingungan, Lesu


1.5 Diagnosis
Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan (Baren et al., 2009). Ketidakstabilan hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok hipovolemik berupa penurunan curah jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan tahanan pembuluh darah,dan penurunan tekanan vena sentral (Leksana, 2015).
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya syok hipovolemik tersebut dapat berupa pemeriksaan pengisian dan frekuensi nadi, tekanan darah, pengisian kapiler yang dilakukan pada ujung-ujung jari, suhu dan turgor kulit (Hardisman, 2013).
Setelah pemeriksaan fisik dilakukan, langkah diagnosis selanjutnya tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik dan stabilitas dari kondisi pasien itu sendiri.
Syok adalah kondisi kritis akibat penurunan mendadak dalam aliran darah yang melalui tubuh. Ada kegagalan sistem peredaran darah untuk mempertahankan aliran darah yang memadai sehingga pengiriman oksigen dan nutrisi ke organ vital terhambat. Kondisi ini juga mengganggu ginjal sehingga membatasi pembuangan limbah dari tubuh (Nomenklatur kebidanan)

1.7  Penatalaksanaan
            Resusitasi darurat diperlukan untuk mencegah perburukan kondisi ibu, dan kerusakan ireverbel. Prioritasnya adalah :
1.      Panggil bantuan – syok adalah kondisi yang progesif sehingga keterlambatan penanganan hipovolemia dapat menyebabkan kematian ibu.
2.      Pertahankan jalan nafas – jika ibu mengalami kolaps yang berat, ia harus dimiringkan dan diberikan oksigen 40% dengan kecepatan 4-6 liter per menit. Jika ibu tidak sadar, jalan nafas buatan harus dipasang.
3.      Ganti cairan – pasang dua kanula intravena berdiameter besar agar cairan dan obat dapat diberikan dengan cepat. Darah harus diambil untuk pencocokan silang sebelum memulai pemberian cairan intravena. Larutan Kristaloid seperti hartsmann atau laktat Ringer diberikan sampai kondisi ibu membaik. Tinjauan sistematik terhadap bukti yang ada menunjukan bahwa koloid tidak memberikan perbedaan dalam mempertahankan nyawa pasien dan lebih mahal dari kristaloid. Namun demikian kristaloid berkaitan dengan hilangnya cairan kedalam jaringan sehinggauntuk mempertahankan volume intravascular, pemberian koloid dianjurkan setelah pemberian 2 liter kristaloid melalui infus. Pemberian koloid seperti Gelafusine atau Haemocell tidak boleh lebih dari 1000-1500 ml harus diberikan dalam 24 jam. Jika tersedia, berikan infus packed red cell dan fresh frozn plasma setelah kondisi ibu stabil.
4.      Jaga agar ibu tetap hangat – menjaga agar ibu tetap hangat merupakan hal yang sangat penting, tetapi jangan terlalu panas atau dihangatkan terlalu cepat karena dapat menyebabkan vasodilasi oerifer dan mengakibatkan hipotensi,
5.      Hentikan perdarahan – sumber perdarahan harus diidentifikasi dan dihentikan. Setiap kondisi yang menyebabkannya harus diatasi dengan tepat. (Fraser. 2003)

1.8 Komplikasi
Syok yang tidak dapat segera diatasi akan merusak jaringan di berbagai organ, sehingga dapat menjadi komplikasi komplikasi, organ individu yang terpengaruh adalah :
1.      Otak – tingkat keasadaran menurun saat aliran darah serebal terganggu. Ibu semakin tidak responif. Ia tidak dapat merespons stimulus verbal dan terjadi penurunan bertahap pada respons yang ditimbulkan oleh stimulus nyeri
2.      Paru – pertukaran gas terganggu karena ruang fisiologis di dalam paru meningkat dan kadar oksigen arteri menurun. Iskemia pada paru mengubah produksi surfaktan dan akibatnya terjadi kolaps alveoli. Edema paru, akibat peningkatan permeabilitas, memperburuk masalah difusi oksigen yang telah ada. Atelektasis edema, dan penurunan komplians paru mengganggu ventilasi dan pertukaran gas, yang akhirnya menyebabkan kegagalan pernapasan. Hal ini disebut adult respiratory distress syndrome (ARDS).
3.      Ginjal – tubulus ginjal mengalami iskemia akibat berkurangnya suplai darah. Jika gagal ginjal terjadi. Haluaran urine menurun menjadi kurang dari 20 ml per jam. Tubuh tidak dapat mengekskresikan prosuk sisa seperti urea dan keratin sehingga kadarnya didalam darah akan meninggakat.
4.      Saluran gastrointestinal – usus mengalami iskemia dan fungsinya sebagai barier infeksi berkurang. Bakteri gram negative dapat masuk ke sirkulasi
5.      Hati – metabolisme obat dan hormone terhenti, begitu pula konjugasi bilirubin. Bilirubin yang tidak terkonjugasi terbentuk dan terjadi ikterus. Perlindungan infeksi semakin berkurang karea hati gagal bertindak sehingga terbentuk asam laktat dan ammonia di dalam darah. Kematian sel hepatic menyebabkan dilepaskannya enzim hati ke sirkulasi.(Fraser, 2003)  

1.9 Prognosis
Syok hipovolemik merupakan kondisi gawat darurat. Prognosis nya tergantung dari :
1.      Jimlah darah/ cairan yang hilang
2.      Laju hilangnya darah/ cairan
3.      Penyakit / cidera yang menyebabka kehilangan darah
4.      Penyakit yang menyertai seperti diabetes, penyakit jantung , paru-paru dan ginjal.





BAB II
KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN
PADA SYOK HIPOVOLEMIK

2.1 Langkah I : Pengkajian
Manajemen kebidanan didaptasi dari sebuah konep yang dikembangkan oleh Helen Varney dalam buku varney’s midwifery edisi ke 3 tahun 1997, menggambarkan proses manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari 7 langkah yang berurutan secara sistematis dan klinis (Suryani 2007).
2.1.1        Data Subyektif
1)        Biodata 
Umur penting karena merupakan faktor predisposisi terjadinya syok hipovolemik. Syok Hipovolemik dapat terjadi pada umur <20 tahun >35 tahun. Pada usia >35 tahun setiap wanita akan mengalami penurunan kualitas tubuh.
2)        Keluhan Utama
Ditunjukkan pada data yang terutama mengarah pada tanda dan gejala yang berhubungan dengan syok hipovolemik. Pada keadaan ini klien mengeluh penglihatan kabur, lemas dan pusing
3)        Riwayat Kesehatan Keluarga
Berkaitan dengan ini dikaji terutama mengenai penyakit jantung, penyakit diabetes melitus (DM), paru-paru  dan ginjal. dimana penyakit tersebut merupakan penyakit keturunan. Bila hal ini terjadi maka dapat memperburuk kondisi pasien.
4)        Riwayat Kesehatan Sekarang dan yang lalu
Ditujukan pada faktor-faktor penyakit yang diderita yang berkaitan dengan arah Predisposisi syok hipovolemik yaitu penyakit jantung, diabetes mellitus (DM), paru-paru dan ginjal.
5)        Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu
Dikaji terutama riwayat kehamilan yang lalu bagi multigravida apakah pada riwayat kehamilan yang lalu mengalami hal yang sama. Kemudian apakah selama hamil menderita penyakit jantung, diabetes mellitus (DM), paru-paru dan ginjal.
6)        Riwayat Keluarga Berencana
Terutama pada ibu dengan alkon IUD. Penggunaan alkon IUD sebelum hamil beresiko mengalami plasenta previa. Dan salah satu penyebab syok hipovolemik adalah perdarahan saat persalinan karena plasenta previa
7)        Riwayat Perkawinan
Kemungkinan Semakin tua umur pertama menikah penyebab terjadinya syok hipovolemik, meskipun merupakan penyebab yang belum jelas. Usia pertama kali menikah  pada ibu dapat mengakibatkan terjadinya kelainan his dalam persalinan dan menyebabkan perdarahan.
8)        Pola Pemenuhan Kebutuhan sehari hari
Perlu dikaji mengenai : 
Pola nutrisi 
Berkaitan dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang kurang dalam pemenuhan gizi, atau mengkonsumsi makanan yang berlebihan. hal ini menyebabkan terjadinya syok hipovolemik berkaitan dengan kontraksi di uterus (his)
Pola Eliminasi
Pada wanita dengan syok hipovolemik urin yang dikeluarkan cenderung sedikit
Pola aktifitas dan Istirahat
aktifitas yang berat dan berlebihan akan memperbesar resiko terjadinya syok akibat atonia uteri dikarenakan kelelahan pada ibu. Oleh karena itu ibu tidak dianjurkan melakukan aktifitas fisik yang berat serta ibu dianjurkan untuk beristirahat yang cukup, yaitu 1-2 jam pada siang hari, dan 7-8 jam p ada malam hari.
 Pola persepsi kesehatan 
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan usaha yang akan dilakukan ibu untuk mencegah syok hipovolemik dan mengkaji kemampuan daya ingat terhadap peristiwa yang pernah dialami pada masa lalu yang berkaitan dengan kejadian syok hipovolemik, kaitannya dengan riwayat obstetri yang lalu dan riwayat kehamilan sekarang. 
9)        Keadaan psikologis
Terutama pada psikologis pasien yang tidak stabil karena ini salah satu faktor yang dapat memperburuk Syok hipovolemik, semakin tinggi tingkat kecemasan maka semakin buruk kondisi ibu. ibu didalamnya terdapat data bagaimana keluarga, suami maupun dirinya sendiri menerima kehamiannya. 
10)    Pengetahuan pasien
Yang dikaji disini adalah bagaimana pengetahuan ibu tentang syok, factor penyebab dan hal-hal apa saja yang dapat mencegah terjadinya syok hipovolemik,

2.1.2        Data Objektif
2.1.2.1  Pemeriksaan Umum
1.      Keadaan Umum          : Cukup / Lemah
2.      Kesadaran                   : Samnolen / Apatis
3.      Berat Badan                : Pertambahan BB yang normal sekitar 9 - 13,5kg bila kurang merupakan indicator status gizi ibu yang kurang baik dan memicu kekurangan cairan saat persalinan.
4.      Tekanan Darah
Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan berat ringannya kelas/tingkatan syok hipovolemik, pada kelas 1dan 2, tekanan darah masih dalam batas normal, namun pada kelas 3 dan 4 tekanan darah menurun (Tekanan darah sistol< 110 mmHg).
5.      Nadi
Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu, pada syok hipovolemik pada kelas 1 nadi masih dalam batas normal namun dapat meningkat, pada kelas 2,3,4 denyut nadi menurun.




6.      Nafas
Pada kejadian syok kelas 1 frekuensi nadi berkisar antara (14-20x/menit), pada syok kelas 2 antara (20-30 x/menit), kelas 3 antara (30-40 x/menit), dan pada kelas 4 (>35 x/menit)
7.      Denyut Jantung
Pada kejadian syok kelas 1 frekuensi denyut jantung <100 x/menit, pada syok kelas 2 ,> 100 x/menit ,syok  kelas 3 120x/menit , dan pada kelas 4 >140 x/menit

2.1.2.2  Pemeriksaan Fisik
1.      Inspeksi
Pada pasien dengan syok hipovolemik , pada pemeriksaan inspeksi didapatkan muka dan ekstremitas tampak pucat.
2.        Palpasi
Pemeriksaan palpasi perlu dilakukan pada pasien dengan syok hipovolemik karena  perdarahan dapat terjadi jika uterus teraba lembek/ tidak berkontraksi (atonia uteri)
3.        Auskustasi
Dilakukan penilaian DJJ jika penyebab syok hipovolemik adalah perdarahan karena plasenta previa.
4.        Pemeriksaan bimanual (VT)
Dilakukan untuk memastikan penyebab perdarahan, karena syok hipovolemik bisa terjadi karena perdarahan sisa plasenta (jaringan tissue)

2.1.2.3  Data Penunjang
Data Penunjang 
Laboratorium 
Pemeriksaan Hb, Hematokrit, Eritrosit, Leukosit,Trombosit, Golongan Darah, Crossmatch, bila tersedia periksa gas dan nitrogen-urea darah, ukur jumlah urine, produksi urine dibawah 50 ml/jam menunjukkan hipovolemia.
2.2 Langkah II; Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
Diagnosa Nomenklatur 
Diagnosa ditetapkan berdasarkan data-data yang tekumpul dari pengkajian yaitu :
P----  Ab---, umur ____ th, hamil ____ minggu dengan Syok
Masalah kebidanan
Masalah kebidanan dapat di tetapkan dengan didasari pada tanda-tanda yang terkumpul dari pengkajian dan pemeriksaan.

2.3 Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Diagnosa potensial yang kemungkinan muncul pada ibu bersalin dengan syok hipovolemik adalah kegagalan multi organ :
komplikasi komplikasi pada organ seperti otak (menurunnya kesadaran), paru-paru (gagal nafas / adult respiratory distress syndrome  ), ginjal (meningkatnya kadar kreatin dalam darah), gastroinstestinal (iskemia usus sehingga fungsinya sebagai barier infeksi berkurang), hati (terbentuk asam laktat dan ammonia di dalam darah).
Untuk mencegah terjadinya kegagalan multiorgan dilakukan:
Pemantauan perdarahan dan TTV

2.4 Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera
Berdasarkan Kondisi yang mungkin muncul perlu tindakan segara dengan resusitasi darurat dan melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penanganan atau pemberian therapy dan transfuse darah.

2.5 Langkah V: Merencanakan Asuhan Secara Menyeluruh
Perencanaan asuhan berkaitan dengan diagnosa dan masalah yang ditetapkan dan disusun secara prioritas yaitu : Resusitasi darurat diperlukan untuk mencegah perburukan kondisi ibu, dan kerusakan ireverbel. Prioritasnya adalah :



  1. Panggil bantuan pada seluruh tenaga yang ada dan siapkan peralatan tindakan gawat darurat
R/ syok adalah kondisi yang progesif sehingga keterlambatan penanganan hipovolemia dapat menyebabkan kematian ibu.
  1. Pertahankan jalan nafas
R/ Jika ibu tidak sadar, jalan nafas buatan harus segera dipasang.
  1. Ganti cairan dengan larutan kristaloid (hartsmann atau Ringer Laktat)
R/ Peningkatan intake cairan dapat meingkatkan volume intravascular yang dapat meningkatkan perfusi jaringan dan menstabilkan kondisi ibu.
  1. Jaga agar ibu tetap hangat
R/ menjaga agar ibu tetap hangat merupakan hal yang sangat penting, tetapi jangan terlalu panas atau dihangatkan terlalu cepat karena dapat menyebabkan vasodilasi oerifer dan mengakibatkan hipotensi,
  1. Hentikan perdarahan
R/ Sumber perdarahan harus diidentifikasi dan dihentikan. Setiap kondisi yang menyebabkannya harus diatasi dengan tepat.
6.      Kolaborasi dengan dokter dalam :
a.       Pemberian terapi
b.      Pemeriksaan BGA (Blood Gas Analisa)
c.       Pemberian Cairan Intravena
R/ untuk penanganan lebih lajut.
7.      Lakukan rujukan pada ibu
R/ Penanganan Rujukan ditujukan untuk pertolongan dan mencegah agar keadaan ibu tidak menjadi lebih buruk.



2.6 Langkah VI : Implementasi
Pelaksanaan berdasarkan rencana yang disusun adalah
  1. Memanggil bantuan pada seluruh tenaga yang ada dan siapkan peralatan tindakan gawat darurat
  2. Mertahankan jalan nafas
  3. Mengganti cairan dengan larutan kristaloid (hartsmann atau Ringer Laktat)
  4. Menjaga agar ibu tetap hangat
  5. Menghentikan perdarahan
6.      Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam :
a.       Pemberian terapi
b.      Pemeriksaan BGA (Blood Gas Analisa)
c.       Pemberian Cairan Intravena
7.      Melalukan rujukan pada ibu

2.7 LangkahVII:Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk menilai pelaksanaan asuhan kebidanan mengacu pada diagnosa nomenklatur, masalah dan kebutuhan pasien telah dapat teratasi atau belum adalah:
1)        Apakah Syok hipovolemik berlanjut menjadi kegagalan multiorgan?
2)        Apakah terjadi kegawatan pada ibu dan janin?


DAFTAR RUJUKAN

Annane, Djillali. MD. PhD, November 2013, “Effect of Fluid Resuscitation With Colloids vs Crystalloids on Mortality in Critically III Patients Presenting With Hypovolemic Shock”. http://jamanetwork.com/on 07/27/2017
Billington, M & Stevenson, M. 2010. Kegawatdaruratan Dalam Kehamilan Dan Persalinan.Jakarta: EGC
Fraser, Diane M. 2003. Buku Ajar Bidan. Jakarta: EGC
Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Leksana E. 2015. Dehidrasi dan Shock.CDK-288, 42 (5) : 394
Manuaba, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Tanto Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedoktera,. Edisi 4. Jakarta : Media Aeskulapusi





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah cidera leher

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar belakang Kecelakaan atau cidera dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan siapa saja. Menurut Andun Sudijandoko (2000: 31) cidera tersebut ditandai dengan adanya rasa sakit, pembengkakan, kram, memar, kekakuan dan adanya pembatasan gerak sendi serta berkurangnya kekuatan pada daerah yang mengalami cidera tersebut. Sebelum ke Rumah Sakit, pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah evaluasi awal tentang keadaan umum penderita, untuk menentukan apakah ada keadaan yang menancam kelangsungan hidupnya. Leher merupakan bagian dari kolom fleksibel yang panjang, yang dikenal sebagai kolom atau tulang punggung tulang belakang, yang membentang melalui sebagian besar tubuh. Tulang belakang leher (daerah leher) terdiri dari tujuh tulang (C1 – C7 vertebra), yang dipisahkan satu sama lain oleh diskus invertebralis. Cedera servikal merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma. Tulang servikalis terdiri dari 7 tul...

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1   Konsep Teori Masa Nifas 2.1.1         Pengertian Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. (Sulistyawati, 2015). Masa nifas atau pueperium berasal dari bahasa latin yaitu dari kata "puer" yang artinya bayi dan "parous" yang artinya melahirkan. definisi masa nifas adalah masa dimana tubuh ibu melakukan adaptasi pasca persalinan , meliputi perubahan kondisi tubuh ibu hamil kembali kekondidi sebelum hamil. masa ini dimulai setelah plasenta lahir, dan sebagai penanda berakhirnya masa nifas adalah ketika alat-alat kandungan sudah kembali seperti keadaan sebelum hamil. sebagai acuhan rentang masa nifas berdasarkan penanda tersebut adalah 6 minggu atau 42 hari. (Astuti, dkk. 2015) Masa nifas disebut juga masa post partum atau peurperium adalah ma...

Makalah Andropause

BAB I PENDAHULUAN 1.1     Latar Belakang Andropause atau kadang disebut “menopause pria” umumnya terjadi pada pria separuh baya, kira-kira waktunya sama ketika seorang wanita mengalami menopause. Namun tidak seperti menopause pada wanita, dimana hormon estrogen mengalami penurunan secara tiba – tiba, hormon testosteron pada pria menurun perlahan sesuai dengan pertambahan usia (proses penuaan). Penurunan dimulai usia 30 tahunan, menurun sekitar 1-2% walaupun bervariasi pada tiap individu. Andropause dialami setengah dari pria yang berusia 50 tahun ke atas. Namun usia Andropause dipengaruhi banyak faktor, diantaranya gaya hidup. Jika hidupnya selalu senang atau sehat, Andropause dialami pada usia lebih tua lagi. Jika gaya hidupnya tidak sehat, misalnya merokok, mengonsumsi minuman keras, seseorang akan lebih cepat mencapai Andropause (Saryono, 2010: 67). Pria selama ini tidak mengetahui tanda gejala dari Andropause sehingga para pria sering meminum obat “kuat” unt...